Sahabat Binsani yang budiman,
akhirnya kita ketemu lagi di blog
dakwahbinsani.com yang sudah lama admin tidak aktif corat-coret dalam blog ini
yang dikarena banyak kesibukan di offline. Nah dalam kesempatan kali ini
penulis akan mengungkapkan bagaimana indahnya berbusana muslim beserta
kenyamanaya.
Islam adalah agama yang sempurna, yang
ajaranya mencakup seluruh aspek kehidupan. Salah satunya berkaitan dengan
busana. Busana memiliki fungsi utama sebagai penutup aurat selain fungsi yang
lain yaitu pelindung dari rasa panas dan dingin. Maka bagi orang yang beriman
busana merupkan sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan terutama bagi
kaum perempuan.
Banyak yang beranggapan bahwa urusan
adalah urusan pribadi, yang merupakan hak asasi manusia yang orang atau
kelompok lain tidak perlu ikut campur. Dengan demikian, apapun alasanya yang
dikemukakan oleh tersebut. bagi kita bahwa gaya modern tidak harus membuka
aurat. Tidak ada kaitanya bahwa modernitas dengan busana atau pakaian yang
membuka aurat.
Dalam konteks berbusana, menutup aurat
baik, bahkan para perempuan akan terlihat lebih cantik dan anggun dengan busana
yang menutup aurat. Selain itu pemakaian busana muslim juga akan terhindar dari
fitnah dan perbuatan yang tidak menyenangkan seperti kejahatan seksual.
Gb. lebih anggun dan cantik
dengan berbusana muslimah
AURAT
DAN KEWAJIBAN MENUTUPNYA.
A.
Pengertian Aurat
Aurat adalah
suatu angggota badan yang tidak boleh di tampakkan dan di perlihatkan oleh
lelaki atau perempuan kepada orang lain. Menutup aurat hukumnya wajib
sebagaimana kesepakatan para ulama berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ
مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ
آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ
نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي
الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ
عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا
يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ
الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : Katakanlah
kepada orang laki–laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allâh maha mengatahui apa yang mereka perbuat.” Katakanlah kepada
wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera–putera mereka, atau
putera–putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allâh, wahai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung. [an-Nûr/24:31]
Dan Allâh Azza
wa Jalla juga berfirman :
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ
عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا
يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya : Wahai
anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan
minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allâh tidak menyukai
orang-orang yang berlebihan. [al-A’râf/7:31]
Sebab turunnya
ayat ini sebagaimana yang di sebutkan dalam Shahîh Muslim dari Ibnu Abbâs
Radhiyallahu anhuma, beliau berkata:
كَانَتْ الْمَرْأَةُ تَطُوفُ
بِالْبَيْتِ وَهِيَ عُرْيَانَةٌ … فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ خُذُوا زِينَتَكُمْ
عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
Artinya :Dahulu
para wanita tawaf di Ka’bah tanpa mengenakan busana … kemudian Allâh menurunkan
ayat :
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ
عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
Artinya : Hai
anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid…[HR.
Muslim, no. 3028]
Bahkan Allâh
Azza wa Jalla memerintahkan kepada istri-istri nabi dan wanita beriman untuk
menutup aurat mereka sebagaimana firman-Nya :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ
لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ
جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ
اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya : Wahai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka !” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu
mereka tidak di ganggu. dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[al-Ahzâb/33:59]
Dengan menutup
aurat hati seorang terjaga dari kejelekan Allâh Azza wa Jalla berfrman :
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا
فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ
وَقُلُوبِهِنَّ
Artinya : Apabila
kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri nabi), maka
mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan
hati mereka. [al-Ahzâb/33:53]
Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menegur Asma binti Abu Bakar Radhiyallahu
anhuma ketika beliau datang ke rumah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
mengenakan busana yang agak tipis. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
memalingkan mukanya sambil berkata :
يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا
بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ يَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا
Artinya : Wahai
Asma ! Sesungguhnya wanita jika sudah baligh maka tidak boleh nampak dari
anggota badannya kecuali ini dan ini (beliau mengisyaratkan ke muka dan telapak
tangan).[HR. Abu Dâwud, no. 4104 dan al-Baihaqi, no. 3218. Hadist ini di
shahihkan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah]
Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam juga pernah didatangi oleh seseorang yang menanyakan perihal
aurat yang harus di tutup dan yang boleh di tampakkan, maka beliau pun menjawab
:
احْفَظْ عَوْرَتَكَ إلَّا مِنْ
زَوْجِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ.
Artinya : Jagalah
auratmu kecuali terhadap (penglihatan) istrimu atau budak yang kamu miliki.[HR.
Abu Dâwud, no.4017; Tirmidzi, no. 2794; Nasa’i dalam kitabnya Sunan al-Kubrâ,
no. 8923; Ibnu Mâjah, no. 1920. Hadist ini dihasankan oleh Syaikh al-Albâni]
Wanita yang
tidak menutup auratnya di ancam tidak akan mencium bau surga sebagaimana yang
di riwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu beliau berkata :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ
مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ
كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلَاتٌ مُمِيلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَمْثَالِ أَسْنِمَةِ
الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا،
وَإِنَّ رِيحَهَا لَتُوجَدُ مِنْ مَسِيْرةٍ كَذَا وَكَذَا
Artinya : Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua golongan dari penduduk neraka
yang belum pernah aku lihat: (yang pertama adalah) Suatu kaum yang memiliki
cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan (yang kedua adalah) para
wanita yang berpakaian tapi telanjang, berpaling dari ketaatan dan mengajak
lainnya untuk mengikuti mereka, kepala mereka seperti punuk unta yang miring.
Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya,
walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” [HR. Muslim, no.
2128]
Dan diharamkan
pula seorang lelaki melihat aurat lelaki lainnya atau wanita melihat aurat wanita
lainnya, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ
الرَّجُلِ، وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ يُفْضِي
الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَا حِدِ، وَلاَ تُفْضِي الْمَرْأَةُ
إِلَى الْمَرْأَةَ فِي الثَّوْبِ الْوَحِدِ
Artinya : Janganlah
seorang lelaki melihat aurat lelaki (lainnya), dan janganlah pula seorang
wanita melihat aurat wanita (lainnya). Seorang pria tidak boleh bersama pria
lain dalam satu kain, dan tidak boleh pula seorang wanita bersama wanita
lainnya dalam satu kain.” [HR. Muslim, no. 338 dan yang lainnya]
Begitu
pentingngnya menjaga aurat dalam agama Islam sehingga seseorang di perbolehkan
melempar dengan kerikil orang yang berusaha melihat atau mengintip aurat
keluarganya di rumahnya, sebagaimana sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
لَوْ اطَّلَعَ فِي بَيْتِكَ أَحَدٌ
وَلَمْ تَأْذَنْ لَهُ خَذَفْتَهُ بِحَصَاةٍ فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ مَا كَانَ
عَلَيْكَ مِنْ جُنَاحٍ
Artinya :Jika
ada orang yang berusaha melihat (aurat keluargamu) di rumahmu dan kamu tidak
mengizinkannya lantas kamu melemparnya dengan kerikil sehingga membutakan
matanya maka tidak ada dosa bagimu. [HR. Al-Bukhâri, no. 688, dan Muslim, no.
2158].
B.
Batasan-Batasan
Aurat.
1.
Pertama. Aurat
Sesama Lelaki
Terjadi
perbedaan pendapat di kalangan para Ulama tentang batasan aurat sesama lelaki,
baik dengan kerabat atau orang lain. Pendapat yang paling kuat dalam hal ini
adalah pendapat jumhur Ulama yang mengatakan bahwa aurat sesama lelaki adalah
antara pusar sampai lutut. Artinya pusar dan lutut sendiri bukanlah aurat
sedangkan paha dan yang lainnya adalah aurat. Adapun dalil dalam hal ini, semua
hadistnya terdapat kelemahan pada sisi sanadnya , tetapi dengan berkumpulnya
semua jalur sanad tersebut menjadikan hadist tersebut bisa di kuatkan redaksi
matannya sehingga dapat menjadi hujjah. [Lihat perkataan Syaikh al-Albâni dalam
kitabnya Irwâ’ 1/297-298, dan Fatawa al-Lajnah ad-Dâimah, no. 2252]
2.
Aurat Lelaki
Dengan Wanita
Jumhur Ulama
sepakat bahwasanya batasan aurat lelaki dengan wanita mahramnya ataupun yang
bukan mahramnya sama dengan batasan aurat sesama lelaki. Tetapi mereka
berselisih tentang masalah hukum wanita memandang lelaki. Pendapat yang paling
kuat dalam masalah ini ada dua pendapat.
Pendapat
pertama, Ulama Syafiiyah berpendapat bahwasanya tidak boleh seorang wanita
melihat aurat lelaki dan bagian lainnya tanpa ada sebab. Dalil mereka adalah
keumuman firman Allâh Azza wa Jalla :
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ
Katakanlah kepada wanita yang beriman,
“Hendaklah mereka menahan pandangannya. [an-Nûr/24:31]
Dan hadist Ummu
Salamah Radhiyallahu anhuma, ia berkata :
كُنْتُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ مَيْمُونَةُ فَأَقْبَلَ ابْنُ أُمِّ
مَكْتُومٍ وَذَلِكَ بَعْدَ أَنْ أُمِرْنَا بِالْحِجَابِ فَقَالَ النَّبِىُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : احْتَجِبَا مِنْهُ ! فَقُلْنَا
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَيْسَ أَعْمَى لاَ يُبْصِرُنَا وَلاَ يَعْرِفُنَا فَقَالَ
النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا
أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ
Aku berada di sisi Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Maimunah sedang bersamanya. Lalu masuklah
Ibnu Ummi Maktum Radhiyallahu anhu -yaitu ketika perintah hijab telah turun-.
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Berhijablah kalian
berdua darinya.” Kami bertanya, “Wahai Rasûlullâh, bukankah ia buta sehingga
tidak bisa melihat dan mengetahui kami?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
balik bertanya, “Apakah kalian berdua buta ? Bukankah kalian berdua dapat
melihat dia ?. [HR. Abu Dâwud, no. 4112; Tirmidzi, no. 2778; Nasa’i dalam Sunan
al- Kubrâ, no.9197, 9198) dan yang lainnya namun riwayat ini adalah riwayat yang
dha’îf, dilemahkan oleh Syaikh al-Albâni]
Dan mereka juga
berdalil dengan qiyas: yaitu sebagaimana di haramkan para lelaki melihat wanita
seperti itu pula di haramkan para wanita melihat lelaki. Pendapat yang kedua
adalah pendapat Ulama di kalangan mazhab Hambali, boleh bagi wanita melihat
pria lain selain auratnya. Mereka berdalil dengan sebuah hadits yang di
riwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata :
رَأَيْتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتُرُنِى بِرِدَائِهِ ، وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى الْحَبَشَةِ
يَلْعَبُونَ فِى الْمَسْجِدِ ، حَتَّى أَكُونَ أَنَا الَّذِى أَسْأَمُ ،
فَاقْدُرُوا قَدْرَ الْجَارِيَةِ الْحَدِيثَةِ السِّنِّ الْحَرِيصَةِ عَلَى اللَّهْوِ
Aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menutupiku dengan pakaiannya, sementara aku melihat ke arah orang-orang
Habasyah yang sedang bermain di dalam Masjid sampai aku sendirilah yang merasa
puas. Karenanya, sebisa mungkin kalian bisa seperti gadis belia yang suka
bercanda [HR. Al-Bukhâri, no.5236; Muslim, no.892 dan yang lainnya]
3.
Aurat Lelaki
Dihadapan Istri
Suami adalah
mahram wanita yang terjadi akibat pernikahan, dan tidak ada perbedaan pendapat
di kalangan para Ulama bahwasanya seorang suami atau istri boleh melihat
seluruh anggota tubuh pasangannya. Adapun hal ini berdasarkan keumuman firman
Allâh Azza wa Jalla :
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ
حَافِظُونَ ﴿٢٩﴾ إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ
فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
Dan orang-orang yang memelihara
kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka
miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. [ QS. al-Ma’ârij/70:29-30]
Dan hadits
Aisyah Radhiyallahu anhuma, beliau Radhiyallahu anhuma berkata:
قَالَتْ: كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا
وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ مِنْ
جَنَابَةٍ
“Aku mandi bersama dengan Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu bejana dalam keadaan junub. [HR.
Al-Bukhâri, no. 263 dan Muslim, no. 43]
4.
Aurat Wanita
Dihadapan Para Lelaki Yang Bukan Mahramnya
Diantara sebab
mulianya seorang wanita adalah dengan menjaga auratnya dari pandangan lelaki
yang bukan mahramnya. Oleh kerena itu agama Islam memberikan rambu-rambu
batasan aurat wanita yang harus di tutup dan tidak boleh ditampakkan. Para
Ulama sepakat bahwa seluruh anggota tubuh wanita adalah aurat yang harus di
tutup, kecuali wajah dan telapak tangan yang masih diperselisihkanoleh para
Ulama tentang kewajiban menutupnya. Dalil tentang wajibnya seorang wanita
menutup auratnya di hadapan para lelaki yang bukan mahramnya adalah firman Allâh
Azza wa Jalla :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ
لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ
جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ
اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin,
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.
dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. al-Ahzâb/33:59]
Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan bahwa seluruh anggota tubuh
wanita adalah aurat yang harus di tutup. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، وَإِنَّهَا
إِذَا خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِـهَا اسْتَشْـرَ فَهَا الشَّيْـطَانُ
Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar
rumah, maka syaithan akan menghiasinya [HR. Tirmidzi,no. 1173; Ibnu Khuzaimah,
no. 1686; ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabîr, no. 10115 dan yang lainnya]
5.
Aurat Wanita Di
depan Mahramnya
Mahram adalah
seseorang yang haram di nikahi kerena adanya hubungan nasab, kekerabatan dan
persusuan. Pendapat yang paling kuat tentang aurat wanita di depan mahramnya
yaitu seorang mahram di perbolehkan melihat anggota tubuh wanita yang biasa
nampak ketika dia berada di rumahnya seperti kepala, muka, leher, lengan, kaki,
betis atau dengan kata lain boleh melihat anggota tubuh yang terkena air wudhu.
Hal ini berdasarkan keumuman ayat dalam surah an-Nûr, ayat ke-31, insyaAllâh
akan datang penjelasannya pada batasan aurat wanita dengan wanita lainnya. Dan
hadist Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, beliau Radhiyallahu anhuma berkata :
كَانَ الرِّجَالُ والنِّسَاءُ
يَتَوَضَّئُوْنَ فِيْ زَمَانِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
جَمِيْعًا
Dahulu kaum lelaki dan wanita pada zaman
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan wudhu’ secara bersamaan [HR.
Al-Bukhâri, no.193 dan yang lainnya]
Ibnu Hajar
rahimahullah berkata, “Bisa jadi, kejadian ini sebelum turunnya ayat hijab dan
tidak dilarang pada saat itu kaum lelaki dan wanita melakukan wudhu secara
bersamaan. Jika hal ini terjadi setelah turunya ayat hijab, maka hadist ini di
bawa pada kondisi khusus yaitu bagi para istri dan mahram (di mana para mahram
boleh melihat anggota wudhu wanita). [Lihat Fathul Bâri, 1/300]
6.
Aurat Wanita Di
Depan Wanita Lainnya
Terjadi
perbedaan pendapat di kalangan para Ulama tentang aurat wanita yang wajib di
tutup ketika berada di depan wanita lain. Ada dua pendapat yang masyhûr dalam
masalah ini :
ü Sebagian
ahli ilmu berpendapat bahwa aurat wanita di depan wanita lainnya seperti aurat
lelaki dengan lelaki yaitu dari bawah pusar sampai lutut, dengan syarat aman
dari fitnah dan tidak menimbulkan syahwat bagi orang yang memandangnya.
ü Batasan
aurat wanita dengan wanita lain, adalah sama dengan batasan sama mahramnya,
yaitu boleh memperlihatkan bagian tubuh yang menjadi tempat perhiasan, seperti
rambut, leher, dada bagian atas, lengan tangan, kaki dan betis. Dalilnya adalah
keumuman ayat dalam surah an-Nûr, ayat ke-31. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ
Dan janganlah menampakkan perhiasannya,
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera–putera mereka, atau putera–putera suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam,
[an-Nûr/24:31]
Yang dimaksud
dengan perhiasan di dalam ayat di atas adalah anggota tubuh yang biasanya di pakaikan
perhiasan. Imam al- Jasshâs rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan ayat di
atas adalah bolehnya seseorang menampakkan perhiasannya kepada suaminya dan
orang-orang yang disebutkan bersamanya (yaitu mahram) seperti ayah dan yang
lainnya. Yang terpahami, yang dimaksudkan dengan perhiasan disini adalah
anggota tubuh yang biasanya di pakaikan perhiasan sepert wajah, tangan, lengan
yang biasanya di pakaikan gelang, leher, dada bagian atas yang biasanya di
kenakan kalung, dan betis biasanya tempat gelang kaki. Ini menunjukkan bahwa
bagian tersebut boleh dilihat oleh orang-orang yang disebutkan dalam ayat di
atas (yaitu mahram).[1] Hal senada juga di ungkapkan oleh imam az-Zaila’i
rahimahullah.[2] Syaikh al-Albâni rahimahullah menukil kesepakatan ahlu tafsir
bahwa yang di maksud pada ayat di atas adalah bagian tubuh yang biasanya di
pakaikan perhiasan seperti anting, gelang tangan, kalung, dan gelang kaki.[3]
Pendapat Yang
terkuat dalam hal ini adalah pendapat terakhir, yaitu aurat wanita dengan wanita
lain adalah seperti aurat wanita dengan mahramnya karena dalil yang mendukung
lebih kuat. Wallahu a’lam.
C.
Siapakah Yang
Bertanggung Jawab Menjaga Aurat?
Agama Islam
selaras dengan fitrah manusia. Selama fitrah tersebut masih suci, tidak di
nodai dengan maksiat, maka menjaga aurat bagian dari pembawaan manusia sejak
lahir, sebagaimana nabi Adam q dan istrinya ketika nampak aurat mereka yang
sebelumnya tertutup akibat memakan buah yang terlarang. Dengan fitrahnya, nabi
Adam q dan istrinya menutup auratnya dengan daun-daun surga, sebagaimana firman
Allâh Azza wa Jalla :
فَدَلَّاهُمَا بِغُرُورٍ ۚ فَلَمَّا
ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ
عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ ۖ وَنَادَاهُمَا رَبُّهُمَا أَلَمْ
أَنْهَكُمَا عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَأَقُلْ لَكُمَا إِنَّ الشَّيْطَانَ
لَكُمَا عَدُوٌّ مُبِينٌ
Maka syaithan membujuk keduanya (untuk
memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu
itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya
dengan daun-daun surga. Kemudian Rabb mereka menyeru mereka, “Bukankah Aku
telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan aku katakan kepadamu, bahwa
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua ? [al- A’râf/7:22]
Namun, ketika
fitrah ini mulai hilang dari bani Adam dan ketika sifat malu pada diri mereka
mulai terkikis, maka harus ada yang mengontrol dan mengingatkan mereka dalam
menjaga aurat. Sebab, mempertontonkan aurat merupakan sebuah kemungkaran yang
harus di ingkari, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Barangsiapa diantara kalian melihat
kemungkaran maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya, jika dia tidak
mampu maka dengan lisannya, jika dia tidak bisa maka dengan hatinya dan itu
adalah selemah –lemah iman. [HR. Muslim, no.49 dan yang lainnya]
Mengubah
kemungkaran dengan tangan adalah hak dari ulill amri (pemerintah) atau orang
yang memiliki kekuasan, seperti ayah kepada anaknya, atau suami terhadap
istrinya. Seorang bapak berkewajiban menjaga aurat anak perempuannya jika dia
sudah baligh. Mereka berkewajiban melarang anak perempuan mereka berdandan atau
berpakaian yang tidak menutup aurat ketika keluar rumah. Begitu pula seorang
suami, ia juga berkewajiban menjaga aurat istrinya, seperti menyuruhnya
berbusana yang menutup anggota tubuhnya, menyuruhnya berjilbab jika keluar
rumah. Dan jika sudah diberi nasehat dengan cara yang baik, suami boleh
memberikan sangsi kepada istrinya yang tetap membuka auratnya, yaitu dengan
pisah ranjang, atau memukulnya dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas.
Karena membuka aurat bagian dari nusyûz (meninggalkan salah satu kewajiban)
seorang istri kepada suaminya. Allâh Azza wa Jalla berfirman tentang sangsi
nusyûz :
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ
فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ
أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا
كَبِيرًا
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyûz maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka,
dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allâh Maha Tinggi lagi
maha besar. [An-Nisâ’/4:34]
Pemerintah juga
mempunyai peranan penting dalam menjaga aurat masyarakat, sehingga mereka tidak
seenaknya berpakaian dan berpenampilan yang mengumbar aurat di depan umum.
Tatanan sebuah masyarakat akan rusak jika hal ini tidak dilarang, sebab akan
terjadi berbagai macam kemungkaran seperti perzinahan, pemerkosaan dan yang
lainnya. Pemerintah harus ikut andil dalam menjaga aurat masyarakat kerena itu
merupakan kewajiban dan tanggung jawab mereka sebagai pihak yang berwenang.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ
مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ
عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
.
Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap
kalian akan di tanya tentang kepemimpinannya, seorang amir maka dia adalah
pemimpin bagi rakyatnya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. [HR.
al-Bukhâri , no. 893,2409,2554; dan Muslim, no.1829]
Ibnu Qayyim
rahimahullah berkata, “Wajib bagi waliyul amri (pemerintah) melarang perempuan
yang keluar (rumahnya) dengan berdandan dan bersolek, dan juga melarang mereka
berpakaian yang menampakkan auratnya. [at-Thuruq al-Hukmiah, hlm. 238]
Jika terjadi
pelangggaran dalam masalah ini pemerintah boleh memberikan sangsi terhadap
pelakunnya, dan hal ini di benarkan dalam agama Islam. Masalah jenis sangsi,
dikembalikan kepada kebijakan hakim. Kerena pelanggaran tidak menutup aurat
termasuk hukum ta’zîr dan bukan bagian dari hukum hudud. Wallâhu a’lam.
jangan lupa kerjakan kuisnya ya.....
Sumber
:
Al-Qur’an
E-book,
Kementrian Pendidikan dan kebudayaan ;2016, “Pendidikan agama Ilam dan Budi
pekerti”Jakarta
Ahkâmul
Qur’ân, 5/174
Tabyînul
Haqâi’q, 6/19
ar-Raddul
Mufhim 1/75
al-Mausû’ah
al Fiqhiyah al Kuwaitiyah, 31/44]
https://almanhaj.or.id/4114-kewajiban-menutup-aurat-dan-batasannya.html
No comments:
Post a Comment