Sahabat Binsani di akhir bulan
awal tahun 2018 tepatnya 31 Januari 2018 nanti akan terjadi gerhana bulan yang
dapat dilihat di wilayah Indonesia. Gerhana tidak terjadi setiap hari, bulan,
maupun tahun. akan tetapi gerhana terjadi hanya beberapa tahun sekali. Sebagai
seorang muslim jika menemui fenomena alam seperti ini (baik gerhana matahari
maupun gerhana bulan hendaknya segera berdzikir, berdo’a dan memohon ampun.
juga mengerjakan sholat gerhana secara jamaah di masjid/ mushola.
“Aisyah menuturkan bahwa gerhana matahari pernah
terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau
memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya.
Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih
singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan
memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya.
Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya
beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai
mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.”( HR. Bukhari)
pada dasarnya cara
shalat gerhana adalah sama seperti shalat biasa dan bacaannya pun sama-,
akan tetapi urutannya sedikit berbeda sebagai berikut.
[1] Niat
Berniat di
dalam hati dan tidak dilafadzkan karena melafadzkan niat termasuk perkara yang
tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam dan beliau
shallallahu ’alaihi wa sallam juga tidak pernah mengajarkannya lafadz niat pada
shalat tertentu kepada para sahabatnya.
[2] Takbiratul ihram
bertakbir
sebagaimana shalat biasa.
[3] Membaca
do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan membaca
surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaherkan (dikeraskan
suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah:
جَهَرَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فِى صَلاَةِ
الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ
”Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam menjaherkan bacaannya ketika shalat gerhana.” (HR. Bukhari dan Muslim)
[4] Kemudian ruku’ sambil memanjangkannya.
[5] Kemudian
bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ’SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH,
RABBANA WA LAKAL HAMD’
[6] Setelah
i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al
Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang
pertama.
[7] Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya
lebih pendek dari ruku’ sebelumnya.
[8] Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal).
[9] Kemudian
sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud
kemudian sujud kembali.
[10] Kemudian
bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama
hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.
[11] Tasyahud.
[12] Salam.
[13] Setelah
itu imam menyampaikan khutbah kepada para jama’ah yang berisi anjuran untuk
berdzikir, berdo’a, beristighfar, sedekah, dan membebaskan budak. 21
wasiat akhir khutbah gerhana
Saudaraku, takutlah dengan
fenomena alami ini. Sikap yang tepat ketika fenomena gerhana ini adalah takut,
khawatir akan terjadi hari kiamat. Bukan kebiasaan orang seperti kebiasaan
orang sekarang ini yang hanya ingin menyaksikan peristiwa gerhana dengan
membuat album kenangan fenomena tersebut, tanpa mau mengindahkan tuntunan dan ajakan
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika itu. Siapa tahu peristiwa ini adalah
tanda datangnya bencana atau adzab, atau tanda semakin dekatnya hari kiamat.
Lihatlah yang dilakukan oleh Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِى زَمَنِ
النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ
حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّى بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ
مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِى صَلاَةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ « إِنَّ هَذِهِ الآيَاتِ
الَّتِى يُرْسِلُ اللَّهُ لاَ تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ
اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا
فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ
Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu
‘anhu menuturkan, ”Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri takut karena khawatir akan
terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid kemudian beliau
mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama. Aku belum pernah
melihat beliau melakukan shalat sedemikian rupa.”
Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam lantas bersabda,”Sesungguhnya ini adalah tanda-tanda kekuasaan Allah
yang ditunjukkan-Nya. Gerhana tersebut tidaklah terjadi karena kematian atau
hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan demikian untuk menakuti
hamba-hamba-Nya. Jika kalian melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka
bersegeralah untuk berdzikir, berdo’a dan memohon ampun kepada Allah.” (HR
Muslim)
An Nawawi rahimahullah menjelaskan mengenai maksud kenapa Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam takut, khawatir terjadi hari kiamat. Beliau rahimahullah menjelaskan
dengan beberapa alasan, di antaranya:
Gerhana tersebut merupakan tanda yang muncul sebelum tanda-tanda
kiamat seperti terbitnya matahari dari barat atau keluarnya Dajjal. Atau
mungkin gerhana tersebut merupakan sebagian tanda kiamat.
Hendaknya seorang mukmin merasa takut kepada Allah, khawatir akan
tertimpa adzab-Nya. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam saja sangat takut ketika
itu, padahal kita semua tahu bersama bahwa beliau shallallahu ’alaihi wa sallam
adalah hamba yang paling dicintai Allah. Lalu mengapa kita hanya melewati
fenomena semacam ini dengan perasaan biasa saja, mungkin hanya diisi dengan
perkara yang tidak bermanfaat dan sia-sia, bahkan mungkin diisi dengan berbuat
maksiat. Na’udzu billahi min dzalik.
Demikian penjelasan ringkas kami mengenai shalat gerhana .
Semoga artikel ini bermanfaat
Dikutip dari : Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.com
Sumber :
software Islam kaffah – kitab 9 Imam
No comments:
Post a Comment