Sahabat Binsani yang budiman, pada akhir bulan
desember setiap tahunya akan terpampang dan banyak tulisan “Mery Chrystimas”
yang artinya selamat natal. Ungkapan yang sangat sederhana ini secara tidak
langsung ternyata sangat merusak akidah.
Sebagian orang menganggap ucapan semacam itu
tidaklah bermasalah. ada juga sebagian di antara kaum muslimin, berpendapat
nyeleneh sebagaimana pendapatnya orang-orang kafir. Dengan alasan toleransi
dalam beragama!? Toleransi beragama bukanlah seperti kesabaran yang tidak ada
batasnya. Namun toleransi beragama dijunjung tinggi oleh syari’at, asal di
dalamnya tidak terdapat penyelisihan syari’at. Bentuk toleransi bisa juga
bentuknya adalah membiarkan saja mereka berhari raya tanpa turut serta dalam
acara mereka, termasuk tidak perlu ada ucapan selamat apalagi berperan di
dalamnya.
memang betul siih.. Islam mengajarkan kemuliaan
dan akhlak-akhlak terpuji. Tidak hanya perlakuan baik terhadap sesama muslim,
namun juga kepada orang kafir. Bahkan seorang muslim dianjurkan berbuat baik
kepada orang-orang kafir, selama orang-orang kafir tidak memerangi kaum
muslimin. Allah Swt. berfirman,
لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ
وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tiada melarang
kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah:
8)
1.
Bertentangan dengan Akidah Islam
Memberi ucapan
Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama)
yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan
kesepakatan para ulama (baca : ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini
dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya ‘Ahkamu Ahlidz
Dzimmah’. Beliau rahimahullah mengatakan,
“Adapun
memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi
orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang
diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah
memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan,
‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat
pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal
ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang
diharamkan.
Ucapan selamat
hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat
atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih
besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh
Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman
keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak orang
yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini
tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat.
Oleh karena
itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat,
bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah
Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah-
Dari
penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari
raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan
seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang
mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu
sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho
terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran
lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala
berfirman,
“Jika kamu
kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai
kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu
kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar [39] : 7)
Allah Ta’ala
juga berfirman,
“Pada hari ini
telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah [5]
: 3)
2.
Bukanlah perayaan kaum muslimin
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa perayaan bagi kaum
muslimin hanya ada 2, yaitu hari ‘Idul fitri dan hari ‘Idul Adha.
Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk
bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata : Aku
datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang
kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang
lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya kurban (‘Idul Adha) dan hari raya ‘Idul
Fitri” (HR. Ahmad, shahih).
Sebagai
muslim yang ta’at, cukuplah petunjuk Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
menjadi sebaik-baik petunjuk.
3.
Menyetujui kekufuran orang-orang yang
merayakan natal
Ketika
ketika mengucapkan selamat atas sesuatu, pada hakekatnya kita memberikan suatu
ucapan penghargaan. Misalnya ucapan selamat kepada teman yang telah lulus dari
kuliahnya saat di wisuda.
Nah,begitu
juga dengan seorang yang muslim mengucapkan selamat natal kepada seorang
nashrani. Seakan-akan orang yang mengucapkannya, menyematkan kalimat setuju
akan kekufuran mereka. Karena mereka menganggap bahwa hari natal adalah hari
kelahiran tuhan mereka, yaitu Nabi ‘Isa ‘alaihish shalatu wa sallam. Dan mereka
menganggap bahwa Nabi ‘Isa adalah tuhan mereka. Bukankah hal ini adalah
kekufuran yang sangat jelas dan nyata?
Padahal
Allah Ta’ala telah berfirman,
لَكُمْ دِينُكُمْ
وَلِيَ دِينِ
“Bagimu
agamamu, bagiku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6).
4.
Merupakan sikap loyal (wala) yang
keliru
Loyal
(wala) tidaklah sama dengan berbuat baik (ihsan). Wala memiliki arti loyal,
menolong, atau memuliakan orang kita cintai, sehingga apabila kita wala
terhadap seseorang, akan tumbuh rasa cinta kepada orang tersebut. Oleh karena
itu, para kekasih Allah juga disebut dengan wali-wali Allah.
Ketika
kita mengucapkan selamat natal, hal itu dapat menumbuhkan rasa cinta kita
perlahan-lahan kepada mereka. Mungkin sebagian kita mengingkari, yang diucapkan
hanya sekedar di lisan saja. Padahal seorang muslim diperintahkan untuk
mengingkari sesembahan-sesembahan oarang kafir.
Allah
Ta’ala berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَاء مِنكُمْ
وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ
الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاء أَبَداً حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya
telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya
kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain
Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu
permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah
saja.” (Qs. Al Mumtahanah: 4)
5.
Nabi melarang mendahului ucapan salam
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَبْدَءُوا
الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
“Janganlah
kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim
no. 2167). Ucapan selamat natal termasuk di dalam larangan hadits ini.
6.
Menyerupai orang kafir
Tidak
samar lagi, bahwa sebagian kaum muslimin turut berpartisipasi dalam perayaan
natal. Lihat saja ketika di pasar-pasar, di jalan-jalan, dan pusat
perbelanjaan. Sebagian dari kaum muslimin ada yang berpakaian dengan pakaian
khas perayaan natal. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang
kaum muslimin untuk menyerupai kaum
kafir.
مَنْ تَشَبَّهَ
بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad
dan Abu Dawud)
sumber terkait :
No comments:
Post a Comment