Media Dakwah, Pendidikan, Teknologi dan kesehatan

cari artikel anda disini

Thursday, February 8, 2018

Ketentuan hukum waris Islam dan contoh cara penghitunganya lengkap


1. Pengertian Hukum Waris dalam Islam

hukum waris dikenal dengan dua istilah yang berbeda yaitu mawaris  dan  Faraid. Kata waris berasal dari bahahasa arab ورس, يوسُو, أرسً- مرسان. yang berarti warisan. sedangkan secara Istilah mawaris adalah berpindahnya hak dan lewajiban terkait kekayaan orang yang telah meninggal kepada yang masih hidup.
Belajar mawaris atau faraid hukumnya fardu kifayah bagi umat Islam. Artinya, dalam suatu masyarakat harus ada yang mempelajari sebagian orang yang ilmu mawaris/ faraid. apabila tidaka ada satupun dalam masyarakat hingga ilmu ini tidak ditegakkan, seluruh kaum muslim di tempat tersebut berdosa. Status mempelajari ilmu mawaris berbeda dengan menerapkan hukum waris Islam. Jika mempelajari Ilmunya cukup sebagian orang saja, tetapi  menerapkan hukum waris Islam adalah kewajiban bagi setiap muslim. Perhatikan firman Allah berikut ini :
وَلِكُلٍّ جَعَلْنَا مَوَالِيَ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ ۚ وَالَّذِينَ عَقَدَتْ أَيْمَانُكُمْ فَآتُوهُمْ نَصِيبَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدًا [٤:٣٣] 
Artinya :”Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.” (An-nisa’ : 33) 

Rasulullah saw juga bersabda :
 و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَامِرِ بْنِ وَاثِلَةَ أَنَّ نَافِعَ بْنَ عَبْدِ الْحَارِثِ لَقِيَ عُمَرَ بِعُسْفَانَ وَكَانَ عُمَرُ يَسْتَعْمِلُهُ عَلَى مَكَّةَ فَقَالَ مَنْ اسْتَعْمَلْتَ عَلَى أَهْلِ الْوَادِي فَقَالَ ابْنَ أَبْزَى قَالَ وَمَنْ ابْنُ أَبْزَى قَالَ مَوْلًى مِنْ مَوَالِينَا قَالَ فَاسْتَخْلَفْتَ عَلَيْهِمْ مَوْلًى قَالَ إِنَّهُ قَارِئٌ لِكِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَإِنَّهُ عَالِمٌ بِالْفَرَائِضِ قَالَ عُمَرُ أَمَا إِنَّ نَبِيَّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ و حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدَّارِمِيُّ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ إِسْحَقَ قَالَا أَخْبَرَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي عَامِرُ بْنُ وَاثِلَةَ اللَّيْثِيُّ أَنَّ نَافِعَ بْنَ عَبْدِ الْحَارِثِ الْخُزَاعِيَّ لَقِيَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ بِعُسْفَانَ بِمِثْلِ حَدِيثِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ    (رواه المسليم)
artinya :”Dan telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim telah menceritakan kepadaku bapakku dari Ibnu Syihab dari Amir bin Watsilah bahwasanya; Nafi' bin Abdul Harits, pada suatu ketika bertemu dengan Khalifah Umar di 'Usfan. Ketika itu, Nafi' bertugas sebagai pejabat di kota Makkah. Umar bertanya kepada Nafi', "Siapa yang Anda angkat sebagai kepala bagi penduduk Wadli?" Nafi' menjawab, "Ibnu Abza." Umar bertanya lagi, "Siapakah itu Ibnu Abza?" Nafi' menjawab, "Salah seorang Maula (budak yang telah dimerdekakan) di antara beberapa Maula kami." Umar bertanya, "Kenapa Maula yang diangkat?" Nafi' menjawab, "Karena ia adalah seorang yang pintar tentang Kitabullah dan pandai tentang ilmu fara`idl (ilmu tentang pembagian harta warisan)." Umar berkata, "Benar, Nabi kalian shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: 'Sesungguhnya Allah akan memuliakan suatu kaum dengan kitab ini (Al Qur`an) dan menghinakan yang lain.'" Dan telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Abdurrahman Ad Darimi dan Abu Bakar bin Ishaq keduanya berkata, telah mengabarkan kepada kami Abul Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri ia berkata, telah menceritakan kepadaku Amir bin Watsilah Al Laitsi bahwa Nafi' bin Abdul Harits Al Khuza'i menjumpai Umar bin Al Khaththab di 'Usfan. Yakni serupa dengan hadits Ibrahim bin Sa'd dari Az Zuhri. (HR. Muslim- no 1353)
Dua dalil di atas dengan jelas menyatakan perintah Allah swt dan rasul-Nya agar setiap muslim menggunakan ketentuan mawaris yang telah diturunkan Allah swt. Oleh sebab itu kita sebagai umat muslim secara umum serta sebagai pelajar muslim khusunya harus memahami ilmu mawaris secara mendalam. Ada beberapa hal yang perlu dipelajari sebelum penghitungan harta warisan yaitu : Rukun mawaris, Syarat Pewaris dalam Islam, kedudukan dan bagian tiap-tiap ahli waris, penyebab gugurnya ahli waris.
a. Rukun mawaris
Rukun pewarisan dalam Islam terdiri atas tiga komponen sebagai berikut :
1) Muwaris, Yaitu seorang muslim yang meninggal dunia dengan meninggalkan harta warisan yang dapat dibagi diantara ahli warisnya
2) Ahli waris, Yaitu orang muslim baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki hak untuk mendapatkan warisan melalui jalan yang telah ditentukan.
3) Harta warisan, yaitu segala jenis benda milik muwaris yang dapat dipindah tangankan kepada ahli waris.
b. Syarat pewarisan dalam Islam
Adapun syarat terjadinya pewarisan dalam Islam adalah sebagai berikut
1) Muwaris telah dinyatakan meninggal baik secara hakiki atau hukum
2) Ahli waris masih hidup secara hakiki pada waktu mawaris meninggal meski berselang sesaat.
3) Seluruh ahli waris diketahui secara pasti baik kedudukan sebagai ahli waris maupun bagian masing-masing.
c. Kedudukan dan bagian-bagian tiap ahli waris.
1) kedudukan ahli waris
kedudukan/status ahli waris dapat terjadi dengan beberapa jalan diantaranya :
a) hubungan keluarga hakiki/nasab antara lain : kakek, nenek, ayah, ibu, anak laki-laki/ perempuan, cucu, saudara, paman, dsb.
b) hubungan pernikahan yaitu : suami/ Istri
c) Jalan  al-wala , Jika seseorang dapat memerdekakan muwaris . Dengan catatan muwaris sebelum adalah budak yang dimerdekakan. saat mantan budak Meninggal tidak meninggalkan ahli waris dan semenda, maka dia dapat menjadi ahli waris.
d) Hubungan sesama muslim. Pewarisan dengan jalan ini terjadi apabila tidak ada ahli waris yang ditemukan dari seorang muwaris.
Dengan berbagai jalan warisan tersebut ahli waris terbagi menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan.
a) Ahli waris laki-laki
Ahli waris laki-laki meliputi : anak, cucu, bapak, kakek dari bapak, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki sebapak, saudara laki-laki se ibu, anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki dari saudara laki sebapak,  paman (saudara laki-laki sekandung dengan bapak), paman (saudara laki-laki sepabak dengan bapak), anak laki-laki dari sebapak dengan bapak, suami, laki-laki yang memerdekakan saat menjadi budak.
apabila ahli waris di atas semua ada maka yang memperoleh harta warisan hanya tiga : bapak, anak laki-laki dan suami.
b) Ahli waris perempuan
yang termasuk ahli waris perempuan adalah anak, ibu, cucu perempuan dari anak laki-laki, Nenek, saudari kandung, saudari sebapak, saudari seibu, Istri, Perempuan al-wala.
apabila ahli waris di atas lengkap maka yang memperoleh ahli waris hanya lima orang yaitu : Istri, anak, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu dan saudari kandung.

selain ahli waris di atas terdapat satu kondisi ahli waris yang juga perlu diperhitungkan. ahli waris tersebut adalah ahli waris yang hadir dari anak hasil zina dan ahli waris dalam kandungan.
Ahli waris yang hadir karena hasil zina hanya dapat mewarisi dari garis ibunya (menurut mahzab hanafi, maliki, syafi’i). sedangkan anak yang masih dalam kandungan, ia akan mendapatkan harta warisan jika bayi tersebut lahir hidup. oleh karena itu dengan adanya anak yang masih dalam kandungan sebaiknya pembagian harta warisan hendaknya di undur untuk menunggu kepastian jumlah ahli waris.
d. Bagian tiap-tiap ahli waris
Saat pembagian harta warisan, Ahli waris tidak mendapatkan bagian yang sama rata antara satu dengan yang lain. pembagian ahli waris dibagi menjadi dua bagian utama yaitu :
1) Zawil Furud (telah ditetapkan)
a) ahli waris mendapatkan bagian ½
(1) anak perempuan tunggal
(2) saudara perempuan tunggal sekandung tanpa anak
(3) saudara perempuan tunggal sepabak tanpa anak
(4) suami tanpa anak dan cucu
b) ahli waris mendapat bagian 1/3
(1) Ibu, jika tanpa anak atau cucu
(2) dua saudara perempuan atau lebih se ibu jika tanpa ayah dan anak
c) Ahli waris mendapat bagian ¼
(1) suami, jika mempunyai anak atau cucu
(2) istri, jika mempunyai anak atau cucu
d) Ahli waris yang mendapapat 1/6
(1) Bapak, jika meninggal ada anak atau cucu
(2) kakek, jika jika meninggal ada anak atau cucu tanpa bapak
(3) Ibu, jika meninggal ada anak atau cucu
(4) Nenek, jika meninggal ada anak atau cucu tanpa ibu
(5) Saudara perempuan sebapak serta saudara laki-laki atau perempuan se ibu
e) Ahli waris yang mendapat 1/8
Istri, jika suami meninggalkan anak atau cucu dari anak laki-laki. baik laki-laki maupun perempuan.
f) Ahli waris yang mendapat bagian 2/3
(1) dua anak perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki
(2) dua cucu perempuan adri anak laki-laki
(3) dua saudara perempuan atau lebih sekandung tanpa anak dan saudara laki-laki
(4) dua saudara perempuan atau lebih sebapak tanpa anak dan saudara laki-laki

Aturan umum hukum waris Islam yaitu ahli waris laki-laki mendapat dua kali bagian dari ahli waris perempuan”
2) Ahli waris Asabah (sisa)
a) asabah binafsih
(1) anak laki-laki
(2) cucu laki-laki dari anak laki-laki
(3) bapak
(4) kakek
(5) saudara laki-laki sekandung
(6) saudara laki-laki sebapak
(7) anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
(8) anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
(9) paman yang sekandung dengan bapak
(10) anak laki-laki dari paman yang sekandung dengan bapak
(11) anak laki-laki dari paman sebapak, dan
(12) orang yang memerdekakan orang yang meninggal
b) asabah bil ghair
(1) anak perempuan bersama anak laki-laki
(2) cucu perempuan bersama cucu laki-laki
(3) saudara perempuan bersama saudara laki-laki sekandung
(4) saudara perempuan sebapak bersama saudara laki-laki sebapak
c) Asabah ma’al ghair
(1) saudara perempuan sekandung, seorang atau lebih bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki baik seorang atau lebih.
(2) saudara perempuan sebapak, seorang atau lebih bersama anak perempuan atau cucu perempuan seorang atau lebih
Selain ahli waris diatas masih ada satu kalangan keluarga yang dikenal dengan Zawil arham yaitu cucu dari anak perempuan. menurut para ulama kelompok ini tidak berhak atas harta warisan kecuali dengan jalan pesan wasiat.
e. Hal-hal yang menggugurkan hak waris
Semua ahli waris berhak atas harta warisan, akan tetapi terdapat beberapa alasan secara syar’i yang dapat menghalangi seseorang mendapatkan hak waris. diantaranya :
1) Terhijab oleh orang lain
2) Membunuh muwaris
3) berstatus sebagai budak
4) muwaris atau ahli waris kafir

f. Contoh penghitungan harta warisan.
seorang meninggal dunia, meninggalkan ahli waris : suami, ibu, bapak, seorang anak laki-laki, dua anak perempuan, kakek, nenek, dan paman. Harta warisan yang harus dibagikan senilai Rp 60.000.000,-. tentukan ahli waris yang mendapatkan dan bagian tiap-tiap ahli waris tersebut !
penghitunnganya adalah
1. suami (1/4) karena ada anak atau cucu.
2. ibu (1/6) karena ada anak atau cucu
3. bapak (1/6) karena ada anak atau cucu
4. seorang anak laki-laki (asabah binafsih)
5. dua anak perempuan (asabah bil ghair)
6. kakek, nenek, dan paman (terhijab)

pembagianya adalah :
suami : 1/4xRp 60.000.000,- : Rp 15.000.000,-
Ibu : 1/6xRp 60.000.000,- : Rp 10.000.000,-
Bapak : 1/6xRp 60.000.000,- : Rp 10.000.000,-  +
Jumlah : Rp 35.000.000,-
Asabah : Rp 60.000.000,- - Rp 35.000.000,- : Rp 25.000.000,-
satu anak laki-laki : 2/4 x Rp 25.000.000,- : Rp 12.500.000,-
dua anak perempuan : 2/4 x Rp 25.000.000,- : Rp 12.500.000,-
(satu anak perempuan adalah Rp 12.500.000,- : 2 = 6.250.000,-

Sumber :
Departemen Agama : 2015, Al-Qur’an dan Terjemahanya”, PT. Karya Azzahra Mandiri; Jakarta
Shohih muslim
Thoyar, Husni : 2011, “pendidikan Agama Islam untuk SMA kelas XII”,pusat kurikulum dan perbukuan kementrian pendidikan Nasional




No comments: